Sekelumit Tasawuf dalam Presfektif Islam

Sekelumit Tasawuf dalam Presfektif Islam
Pendahuluan
Allah swt. berfirman: "Sungguh beruntunglah orang yang senantiasa membersihkan hatinya”.
Ayat ini cukup sebagai gambaran betapa pentingnya kedudukan hati yang bening bagi seorang hamba. Dalam rangka itulah kiranya, Tasawuf menjadi alternatif yang harus dilalui oleh seorang hamba untuk mencapai kebersihan hati. Semoga tulisan yang singkat ini mampu menggugah dan merangsang ketajaman spiritual yang saat ini sedang mengalami keredupan, sehingga tidak mampuan menikmati dan menjiwai arti dan makna kehidupan.

Sekilas Tasawuf.
Islam adalah agama yang sempurna, ajarannya tidak hanya berorientasi kepada aktifitas jasmani saja, namun lebih jauh dari itu, Islam juga tidak menafikan kajian aktifitas ruhaniah yang justru menduduki tingkat pemungkas dari segala aktifitas ajarannya.

Tidaklah berlebihan bila kita mengistilahkan aktifitas kedua ini sebagai aktifitas ritual ter-elit dalam agama Islam yang pada klimasknya mengantarkan pelakunya menuju puncak kedamaian yang tak akan mampu untuk di logikakan oleh siapapun, karena bahasa lisan tak cukup mampu tuk mengungkapkannya.
Pada dasarnya ajaran Tasawuf merupakan pengejawatan Ihsan yang di yakini sebagai salah satu perangkat ajaran yang di amanatkan oleh Allah swt. kepada kekasih sejati-Nya; Nabi Muhammad saw. sebagai pemegang hak veto dalam menyampaikan ajaran-ajaran ketuhanan tersebut. Ihsan menduduki posisi sentral dalam proses pembinaan akhlak dan penempaan jiwa untuk meraih singgasana kesempurnaan spiritual yang menjadi dambaan bagi setiap kekasih bagi Sang kekasih abadi.

Para ulama dalam mendefinisikan makna Tasawuf, belumlah mencapai satu kesepakatan. Mungkin kita harus memaklumi bahwa perbedaan tersebut mungkin disebabkan oleh ketidak serasian sudut pandang mereka dalam menilai apa hakikat ajaran Tasawuf itu sendiri. Diantara mereka ada yang mendefinisikan Tasawuf sebagai cabang ilmu pencarian jati diri melalui pembersihan hati dari segala sifat-sifat tercela. Walaupun terdapat banyak definisi, tapi semuanya sepakat bahwa tasawuf adalah sebuah proses yang ditempuh untuk mengenal dan mencintai Allah swt..

Benih-benih ajaran ini hakikatnya telah terlahir ke dunia ini bersamaan dengan terutusnya baginda Nabi sebagi seorang Nabi dan rosul. Tasawuf awalnya adalah praktek atau hidup yang ditempuh oleh Nabi saw. selama hayatnya. kemudian, pola hidup itu secara natural telah beliau tularkan kepada para sahabat yang merupakan murid-murid generasi pertama pengusung pola hidup Nabi saw.. Dari merekalah kemudian pola itu diwariskan secara amali dan akhirnya sampai kepada kita.

Perkembangan Tasawuf
Sampai detik ini, hampir tidak didapati pengingkaran bahwa perkembangan Tasawuf telah melalui tiga tahapan utama.Pertama, periode pembentukan embrio dengan menonjolkan gerakan-gerakan zuhud sebagai fenomena masyarakat yang tercermin dalam kehidupan social pada abad pertama dan kedua. Gerakan zuhud ini dilakoni langsung oleh Nabi sebagai panglima pergerakan yang diikuti oleh para sahabat, tabiin dan para pengikut tabiin, yang tertuang dalam bentuk kesederhanaan dalam pakaian, penampilan dan lain-lain yang pada akhirnya tumbuh mengakar sebagai etika hidup masyarakat pada generasi tersebut. Praktek zuhud ini jugalah yang menghantarkan para pelakunya ketingkat kebijakan tersanjung.

Jikalau kita membuka buku-buku sejarah, kita akan menjumpai betapa kehidupan masa itu begitu sarat dengan semangat mujahadah yang belum dan tidak akan tersaingi sampai kapan pun. Target utama gerakan ini adalah pembebasan dan penempaan jiwa dari ketergantungan kepada segala yang bersifat duniawi, untuk menggapai indahnya ibadah kepada-Nya. Pada generasi inilah lahir dua pelopor yang membawa dua konsep baru Tasawuf sebagai buah dari praktek zuhud tersebut yaitu kensep takut (khauf ) oleh sayyidina Hasan al-Bashri (w 110 H.) dan konsep cinta(hubb) yang di cetuskan oleh pecinta sejati Rabi’ah al-‘Adawiah (w 185 H)

Menjelang abad ke tiga dan empat hijriah, Tasawuf mengalami babak baru, di mana pada generasi ini, para sufi mengangkat tema-tema yang lebih mendalam dan berpijak pada pembenahan, penjiwaan akhlak dan pekerti. Dari sini muncullah tama-tema seperti, makrifat, fana, dzauq dan lain-lain. Tokoh pelopor generasi ini antara lain adalah al-Hallaj dan Suhrawardi yang kemudian diteruskan oleh imam al-Ghozali pada abad ke lima, yang kemudian berhasil menjadi lambang kejayaan konsep tersebut dari kalangan sunny. Pertengahan abad keenam dan ketujuh kembali lagi Tasawuf menemukan jati dirinya dengan sentuhan-sentuhan konsep yang sedikit dibumbui dengan aroma filsafat yang pada akhirnya berhasil memunculkan ahli-ahli filosof yang kemudian diabadikan dengan julukan teosofi. Ibnu Arobi (638 H.) dianggap salah satu dari tokoh pemadu filsafat dan tasawuf.

Dari ulasan di atas, bisa kita simpulkan bahwa Tasawuf bukanlah corak kajian yang jumud (kaku), justru sebaliknya bahkan sampai saat ini pun masih kita jumpai tonjolan-tonjolan perkembangang tersebut, terbukti dengan adanya istilah tarekat-terekat sufi yang banyak kita jumpai saat ini. Setelah menyitir sekelumit tentang historis dan perkembangan Tasawuf secara sekilas, maka pada pemaparan selanjutnya kita akan mengenal juga sekilas kandungan ajaran Tasawuf secara sederhana.

Tasawuf Perwujudan Akhlak mulia.
Pada dasarnya, ajaran Tasawuf menpunyai titik tekan pada pembentukan dan pembenahan akhlak manusia menuju akhlak-akhlak ketuhanan secara paripurna dan berkesinambungan, sebagaimana pesan Rasulullah saw. pada umatnya ”berakhlaklah kalian dengan akhlak-akhlak Allah swt.." Beliau sendiri diutus ke dunia ini membawa misi menghantarkan manusia kepada norma-norma etika yang elit. Sabdanya ”Aku di utus ke dunia ini tidak lain hanyalah untuk menyempurnakan akhlak yang mulia." Dengan demikian dapat kita pahami bahwa ajaran Tasawuf merupakan wujud implementasi akhlak yang mulia tersebut. Bahkan kitab suci yang kita agung-agungkan merupakan kamus induk yang memuat metode-metode akhlak ketuhanan yang dipraktekkan oleh Rosulullah saw., sebagaimana yang sempat terekam dari pernyataan Sayyidah ’Aisyah r.a. ketika diwawancarai oleh sahabat berkenaan dengan kepribadian rosulullah saw. dengan ungkapan ”Budi pekerti beliau adalah cerminan kandungan al-Qur`an”. Bahkan secara terhormat,beliau di nobatkan sebagai satu-satunya makhluk yang mendapat predikat akhlak yang paling mulia oleh Allah swt. dalam firman-Nya ”Sesungguhnya engkau ya Muhammad saw. benar-benar berahklak yang agung." Itulah sebenarnya inti dari ajaran Tasawuf. Oleh karenanya, Tasawuf berposisi sebagai penawar kemerosotan moral atau dekadensi moral, yang membawa dampak kerusakan secara kompleks. Tasawuflah salah satu alternatif yang terbukti nyata bisa mencegah dekadensi moral itu. Sebagai bukti, pada masa Abdul Qodir al-Jailani, dengan metodenya, dia berhasil mengobati dekadensi moral yang menggerogoti masyarakat waktu itu. Disadari ataupun tidak, ajaran Tasawuf pada kakikatnya merupakan proses spritual elit yang bertujuan untuk membenahi mekanisme hati manusia agar ber etika dan bermoral yang tinggi, sebagaimana yang dikemukakan oleh Abdul Qodir sa r.a. dalam kitabnya yang berjudul Haqaaiq an at-Tasawuf, bahwa nilai Tasawuf secara utuh adalah ahklak. Barang siapa yang akhlaknya bertambah mulia maka semakin bertambah Tasawuf yang ada pada dirinya.”

Perangkat Mencapai Tujuan Tasawuf.
Tujuan akhir dari pembentukan akhlak mulia dalam ajaran Tasawuf adalah “hubb”cinta. Cinta ini bukanlah cinta buta yang kerap kali menjangkiti jiwa kerdil manusia, akan tatapi cinta yang ter-ilhami oleh ketulusan jiwa tanpa mengharap balasan apapun. Lain halnya dengan cinta buta yang tumbuh akibat dorongan syahwat (hawa nafsu) yang tidak jarang menyebabkan pelakunnya harus menanggung derita kehinaan yang tidak bertepi. Cinta yang tulus ini terbingkis hanya kepada zat yang berhak untuk di cinta, sebagaImana ungkapan Rabiah al-Adawiah ketika tenggelam dalam mabuk asmaranya kepada Allah swt. ”Aku mencintai-Mu karena Engkaulah yang pantas tuk dicintai” anak tangga yang menghantarkan si pemburu cinta sejati kepada kekasinya adalah ketaatan yang sempurna. Rabiah bertutur, Seandainya cintamu tulus, niscaya kamu akan menaati-Nya, karena sungguh seorang pecinta kepada kekasihnya akan senantiasa berlaku taat dan selalu mengingatnya dengan dzikir. Dengan zikir inilah yang pada akhirnya membawa kepada kerinduan sebagai percikan cinta sejati yang terungkap dari hati yang tulus seorang pecinta.
Para ulama dalam menyusun konsep-konsep mereka untuk mencapai cinta tersebut berbeda-beda,namun yang pasti berawal dari taubat nasuha selanjutnya ada yang menyusulinya dengan zuhud,waro’ dan lain-lain yang pada ujungnya nanti akan berakhir pada maqom al-hub.

Penutup
Bahasa dan kajian tidak akan mampu untuk mengungkap masalah tasawuf. Jikalau salah seorang diantara kita ingin mengetahuinya, maka kenali dan cicipilah cinta tersebut dengan kemampuan perasa yang Allah swt. anugrahkan kepadamu. Maan dzaaqa 'araf (Orang yang telah mencicipi manisnya tasawuf pasti tahu). Akhirnya, tulisan ini saya tutup dengan kalimat, ”Wahai manusia! kebutaan hatimu kiranya cukup sebagai dinding pemisah dari cahaya cinta-Nya. Yakinilah bahwa hijab tersebut datang dari kekeruhan hatimu dalam melihat haqiqat kebenaran yang terselubung di balik segala yang wujud”. wAllahu a’lam.

Sultan Mujahiddin

0 komentar: